Belum ada –jika
tidak dikatakan tidak ada- solusi untuk masalah penurunan tanah di wilayah Utara
Pulau Jawa. Permasalahan penurunan tanah terus berlarut-larut dan muncul rob
menjadi salah satu masalah yang ditimbulkan. Sebagian wilayah Demak, Semarang,
dan Pekalongan menjadi daerah yang terkena imbasnya. Khusus di Kota Semarang,
daerah Tambak Rejo, Kali Gawe dan Genuk “berlangganan” rob setiap bulan.
Setidaknya secara
kasat mata kita belum bisa melihat sebuah tindakan yang benar-benar bisa
mengatasi masalah yang “menenggelamkan” daratan Semarang Utara. Sampai sejauh
ini, tindakan yang tampak berupa peninggian badan jalan di daerah-daerah yang
terkena rob. Hal ini mungkin sedikit menyelamatkan para pengendara dari rob
sehingga pengendara tidak perlu khawatir lagi basah, kotor, atau bahkan
kendaraan mogok akibat rob. Akan tetapi, kondisi semacam itu hanya bersifat
sementara. Walau bagaimanapun, masalah utamanya tidak akan teratasi. Penurunan
tanah terus terjadi. Selanjutnya hanya perlu menunggu waktu badan jalan yang telah
ditinggikan tersebut akan terendam rob lagi.
Saya ingat
pengalaman saya menempuh jalan yang terendam rob. Beberapa bulan yang lalu,
sekitar bulan April 2017, saya ngikut pulang
ke rumah seorang kawan dari Jepara. Perjalanan Unnes ke Jepara ditempuh dengan
menggunakan sepeda motor. Bisa dikatakan dalam perjalanan tersebut jalanan Kali
Gawe dan Genuk lah yang memiliki track
paling menantang. Memang dasar saya kurang beruntung karena harus melalui jalan
tersebut saat tergenang rob. Kami harus menyisingkan celana dan merelakan kaki
kotor. Bahaya mogok juga mengancam jika mesin motor yang kami kendarai
kemasukan air. Belum lagi ancaman bahaya lubang-lubang di jalan yang menjadi
tak terlihat oleh genangan air rob. Sepanjang perjalanan membelah air laut yang
masuk ke daratan, kawan saya bercerita tentang pengalamannya menempuh jalan
itu. Tentu saja itu bukan pengalaman yang menyenangkan. Selama perjalanan dia
terus memperingatkan untuk berhati-hati dalam melintasi jalanan yang terkena
banjir rob.
Lantas bagaimana
dengan mereka yang tinggal di wilayah yang penurunan muka tanah? Rob yang sewaktu-waktu
menggenangi rumah-rumah mereka seketika. Air laut itu bukan hanya membawa
suasana lembab, basah yang membuat penghuni merasa tidak nyaman, namun juga
membawa lumpur dan sampah yang menunggu dibersihkan kala rob tersebut surut. Selain
itu, penurunan muka tanah menyebabkan rumah-rumah warga “tenggelam” ke dalam
tanah. Oleh karena itu, warga harus menyisihkan uang untuk meninggikan rumah
mereka yang terus tenggelam.
Pemerintah Kota
Semarang tentu telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah rob. Beberapa
upaya ini diwujudkan dalam peraturan daerah (perda). Akan tetapi, kenyataan
dilapangan menunjukkan belum banyak terjadi perubahan. Masalah yang terus
berlarut dan tidak menemukan penyelesaian membuat mereka harus beradaptasi
dengan rob yang datang sewaktu-waktu dan permasalahan lainnya yang disebabkan
penurunan muka tanah.
Memprediksi
jadwal kedatangan rob dan meninggikan rumah adalah bentuk adaptasi yang
dilakukan warga Tambak Rejo. Mereka yang tidak memiliki uang untuk meninggikan
rumah harus “menyambut” air laut masuk ke rumah mereka sewaktu-waktu. Rumah
mereka berubah menjadi “rumah sopan” istilah untuk rumah yang terbenam sehingga
remakin pendek. Pintu rumah yang menjadi pendek membuat siapapun yang ingin
masuk harus menunduk. Situasi ini agaknya menegaskan bahwa adaptasi bukanlah solusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar